Bangka Selatan,OpsJurnal,asia-
Situasi di Desa Bencah, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan memanas setelah sekitar 100 orang warga menyerbu Pos Pengumpul Timah milik PT Timah pada Senin (29/9/2025) pagi. Aksi itu dipicu oleh protes warga terhadap kehadiran Satgas Timah yang dianggap merugikan penambang lokal.
Kronologi Singkat Insiden, Pertikaian bermula sekitar pukul 09.00 WIB antara warga dan perwakilan Satgas Timah dari Tim Halilintar. Warga menyatakan keberatan karena merasa dipaksa menjual bijih timah ke PT Timah dengan harga tidak adil.
Dalam keributan itu, dua anggota Satgas (diduga dari Tim Halilintar, disebut-sebut anggota Kopasus) menjadi sasaran pengeroyokan. Mereka sempat mengacungkan senjata dan melepas tembakan peringatan.
Massa kemudian merusak Pos Pengumpul Timah. Terlihat kaca pecah, kursi dan furnitur rusak, sebagian ruangan porak-poranda. Sekitar pukul 11.00 WIB, Wadansatgas Halilintar bersama belasan petugas bersenjata laras panjang tiba di lokasi untuk memeriksa kerusakan dan menenangkan suasana.
Dilanjutkan pertemuan damai antara perwakilan Satgas, warga (± 40 orang hadir) dan pihak mediator di kediaman Qori — seorang perwakilan mitra PT Timah.
Dalam pertemuan itu, warga menuntut agar Satgas Timah meninggalkan Desa Bencah dan agar PT Timah menetapkan harga pembelian bijih timah setara dengan harga yang diterapkan oleh smelter swasta.
Meskipun pertemuan berakhir dengan kesepakatan damai, warga tetap menegaskan bahwa keberadaan Satgas di desa mereka tidak dapat diterima.
Tanggapan Pihak Satgas / PT Timah, Komandan Satgas PT Timah, Handy, menyatakan bahwa Satgas tidak berniat menyakiti masyarakat dan berharap akan ada pertemuan dengan Gubernur dan Forkopimda Babel guna mencari solusi.
Menurut Handy, hingga kini belum ada warga yang ditangkap oleh tim Satgas; Satgas menegaskan bahwa tujuan mereka adalah menertibkan tambang agar operasi berjalan aman dan lancar.
Latar Belakang Aksi 6 Oktober dan Tuntutan yang Mencuat, Insiden ini dianggap sebagai “percikan api” menjelang aksi besar masyarakat penambang yang direncanakan pada Senin, 6 Oktober 2025, di kantor pusat PT Timah.
Dalam seruan aksi yang viral di media sosial, masyarakat menagih tiga tuntutan utama:
1. Kenaikan harga timah menjadi layak (agar tidak terlalu jauh berbeda dari harga smelter swasta)
2. Pembubaran satgas internal PT Timah yang dianggap meresahkan masyarakat penambang
3. Pelepasan sebagian IUP PT Timah agar sebagian hak kelola tambang dapat dikembalikan ke daerah atau masyarakat lokal untuk dikelola sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) / Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Selain itu, pada hari yang sama (29 September), puluhan warga dari 8 desa di Kabupaten Bangka juga menggelar aksi di depan kantor PT Timah di Pangkalpinang. Mereka menuntut agar masyarakat dilibatkan dalam proyek tambang PT Timah di wilayah mereka.
Di sisi korporasi, PT Timah menyatakan terus melakukan pemberantasan tambang ilegal melalui Satgas internal dan berupaya memperkuat pengawasan di wilayah IUP agar pesaing ilegal tidak merugikan perusahaan dan negara.
Di tingkat nasional, Presiden Prabowo dikabarkan telah memberi instruksi untuk menutup hingga 1.000 lokasi tambang timah ilegal dan memperketat jalur penyelundupan timah di Bangka Belitung.
(Yudo Pati)