Jakarta,OpsJurnal.Asia -
Mahkamah Konstitusi (MK) menjawab permohonan seorang guru asal Semarang, Jawa Tengah, Sri Hartono yang menggugat usia pensiun guru minta disamakan dengan dosen.
Jawaban atas dalil Sri Hartono itu dibacakan dalam putusan nomor 99/PUU-XXIII/2025 itu diucapkan pada Kamis (30/10/2025).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK mengatakan, batas usia pensiun guru tidak dapat disamakan dengan dosen yang bisa mencapai 70 tahun untuk seorang profesor yang berprestasi.
Guru juga tidak vis a vis dengan dosen, karena syaratnya beda, yang paling kentara adalah syarat minimal pendidikan yang harus ditempuh.
"Jabatan fungsional guru mensyaratkan minimal Strata 1, sedangkan jabatan fungsional dosen mensyaratkan pendidikan minimal Strata 2," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dalam sidang.
Syarat utama ini sudah memberikan jarak waktu yang relatif jauh antara guru dan dosen. Jika guru bisa langsung bekerja setelah tamat S1, dosen harus menempuh jenjang pendidikan lagi minimal selama dua tahun untuk mendapat gelar S2.
"Secara umum, dosen memulai masa kerja pada usia yang relatif lebih tinggi, yaitu setelah yang bersangkutan memperoleh gelar S2. Untuk itu, menurut Mahkaman tidak terdapat persoalan konstitusional norma berkenaan dengan pembedaan batas usia pensiun antara guru dan dosen," imbuh dia.
Dalil kekurangan guru dibantah MK
MK juga membantah dalil Sri Hartono yang menilai menambah usia pensiun guru akan menambal angka kekurangan guru yang terjadi di Indonesia.
MK tidak menolak keterangan Sri terkait dengan kekurangan guru, namun Mahkamah menilai kekurangan guru perlu dilakukan dengan kebijakan rekrutmen agar kesinambungan pendidikan tetap terjaga.
"Dengan demikian, masih terdapat kebutuhan kebijakan rekrutmen dan pengelolaan pensiun agar kesinambungan tenaga pendidikan tetap terjaga," kata Enny.
Kaji kemampuan fisik guru kategori lansia
Dalam pertimbangan hukumnya, MK juga membahas terkait dengan demotivasi dan kesejahteraan guru, serta tanggung jawab pemerintah mewujudkan pendidikan berkualitas.
Dalil pemohon yang mengatakan usia pensiun 60 tahun untuk guru membuatnya demotivasi, karena menurut pemohon secara fisik dan psikis guru usia 60 tahun masih mampu berkontribusi besar.
Atas dalil tersebut, MK meminta agar pemerintah melakukan kajian terkait dengan guru yang berusia di atas 60 tahun, atau termasuk kategori lansia tersebut, khususnya jenjang ahli utama.
"Menurut Mahkamah, penting bagi pemerintah melakukan kajian yang komperhensif mengenai jabatan fungsional guru pada jenjang jabatan ahli utama untuk mencapai batas usia pensiunnya menjadi 65 tahun," imbuh Enny.
Kajian ini dinilai penting karena terkait dengan berbagai pertimbangan yang berada di luar kewenangan MK.
Sebab, persoalan tersebut tidak hanya terkait dengan syarat kesehatan jasmani dan rohani, kompetensi, kualifikasi, kuota serta hal-hal teknis sehingga perpanjangan batas usia pensiun bagi guru pada jenjang jabatan ahli utama benar-benar akan berkontribusi besar bagi peningkatan kualitas sistem pendidikan nasional.
"Dengan demikian, kebutuhan untuk perpanjangan batas usia pensiun bagi guru, terutama yang berada pada jenjang guru ahli utama hingga berusia 65 tahun merupakan ranah pembentuk undang-undang," ujar Enny.